BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kemajuan teknologi komunikasi dan informasi yang berkembang begitu pesat pada era globalisasi, membawa perubahan yang sangat radikal. Perubahan itu telah berdampak pada setiap aspek kehidupan, termasuk pada system pendidikan dan pembelajaran. Dampak dari perubahan yang luar biasa itu terbentuknya suatu ‘kumonitas global’, lebih parah lagi karena komunitas global itu ternyata tiba jauh lebih cepat dari yang diperhitungkan: revulusi informasi telah menghadirkan dunia baru yang benar-benar hyper-reality. Akibat dari perubahan yang begitu cepatnya, manusia tidak bias lagi hanya bergantung pada seperangkat nilai, keyakinan, dan pola aktivitas social yang konstan. Manusia dipaksa secara berkelanjutan untuk menilai kembali posisi sehubungan dengan factor-faktor tersebut dalam rangka membangu sebuah konstruksi social-personal yang memungkin atau yang tampaknya memungkinkan. Jika masyarakat mampu bertahan dalam menghadapi tantangan perubahan di dalam dunia pengetahuan, teknologi, komunikasi serta konstruksi social budaya ini, maka kita hasrus mengembangkan proses-proses baru untuk menghadapi masalah-masalah baru ini. Kita tidak dapat lagi bergantung pada jawaban-jawaban masa lalu karena jawaban-jawaban tersebut begitu cepatnya tidak berlaku seiring dengan perubahan yang terjadi. Pengetahuan, metode-metode, dan keterampilan-keterampilan menjadi suatu hal yang ketinggalan zaman hamper bersamaan dengan saat hal-hal ini memberikan hasilnya. (1)
Degeng menyatakan bahwa kita telah memasuki era kesemrawutan. Era yang datangnya begitu tiba-tiba dan tak seorang pun mampu menolaknya. Kita harus masuk di dalamnya dan diobok-obok. Era kesemrawutan tidak dapat dijawab dengan paradigma keteraturan, kepastian, dan ketertiban. Era kesemrawutan harus dijawab dengan paradigma kesemrawutan. Era kesemrawutan ini dilandasi oleh teori dan konsep konstruktivistik; suatu teori pembelajaran yang kini banyak dianut di kalangan pendidikan di AS. Unsure terpenting dalam konstruktivistik adalah kebebasan dan keberagaman. Kebebasan yang dimaksud ialah kebebasan untuk melakukan pilihan-pilihan sesuai dengan apa yang mampu dan mau dilakukan oleh si belajar. Keberagaman yang dimaksud adalah si belajar menyadari bahwa individunya berbeda dengan orang/kelompok lain, dan orang/kelompok lain berbeda dengan individunya. (2)
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang tertuang dalam latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah:
1. Apa pengertian pembalajaran Student Centered Learning?
2. Apa keunggulan pembelajaran Student Centered Learning?
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan dalam makalah ini adalah untuk mengetahui:
1. Apa pengertian pembalajaran Student Centered Learning.
2. Apa keunggulan pembelajaran Student Centered Learning.
BAB II
PEMBELAJARAN YANG BERPUSAT PADA SISWA
(STUDENT CENTERED LEARNING)
A. Pengertian Pembelajaran Student Centered Learning
Secara leksikal bahasa/teks bahasa, merunut dari susunan kata-kata dari Student Centered Learning dapat diartikan pembelajaran yang berpusat atau dipusatkan pada siswa.
Sedangkan menurut ahli, Student Centered Learning berarti menempatkan siswa sebagai pusat pembelajaran dan mengakui perbedaan potensi siswa adalah kesadaran dasar yang harus dipahami dalam memandang siswa sebagai input dalam pembelajaran. Guru dituntut untuk mengenali potensi akademik dan kepribadian siswa. Individual differences akan menentukan tingkat kecepatan siswa dalam merespon dan menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan. Konsekuensi-nya, beberapa siswa akan belajar lebih cepat dan dapat mengambil program akselerasi/pengayaan atau bahkan mendapat kesempatan untuk loncat kelas. Siswa yang memerlukan waktu yang lebih banyak atau kurang mampu menyerap pelajaran berdasarkan standar kelas dipersilakan menjalani progran remedial untuk mengulang dan menguatkan pemahaman terhadap topik pelajaran yang kurang dikuasai. (3)
Maka dari pengertian di atas, dalam proses pembelajaran, seorang siswa haruslah lebih pandai dari pada guru. Segala kegiatan pembelajaran harus dipusatkan pada pengembangan pengetahuan siswa bukan sebaliknya hanya seorang guru saja yang menjadi model di depan kelas.
B. Keunggulan Student Centered Learning
Berdasarkan teori J. Peaget dan Vygotsky yang telah dikemukakan di atas maka pembelajaran dapat dirancang/didesain model pembelajaran Student Centered Learning di kelas sebagai berikut:
1. Pembelajaran berdasarkan pemusatan kepada siswa memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan gagasan secara eksplisit dengan menggunakan bahasa siswa sendiri, berbagi gagasan dengan temannya, dan mendorong siswa memberikan penjelasan tentang gagasannya.
2. pembelajaran berdasarkan pemusatan kepada siswa memberi pengalaman yang berhubungan dengan gagasan yang telah dimiliki siswa atau rancangan kegiatan disesuaikan dengan gagasan awal siswa agar siswa memperluas pengetahuan mereka tentang fenomena dan memiliki kesempatan untuk merangkai fenomena, sehingga siswa terdorong untuk membedakan dan memadukan gagasan tentang fenomena yang menantang siswa.
3. Pembelajaran berdasarkan pemusatan kepada siswa memberi siswa kesempatan untuk berpikir tentang pengalamannya. Ini dapat mendorong siswa berpikir kreatif, imajinatif, mendorong refleksi tentang model dan teori, mengenalkan gagasan-gagasanpada saat yang tepat.
4. pembelajaran berdasarkan pemusatan kepada siswa memberi kesempatan kepada siswa untuk mencoba gagasan baru agar siswa terdorong untuk memperoleh kepercayaan diri dengan menggunakan berbagai konteks, baik yang telah dikenal maupun yang baru dan akhirnya memotivasi siswa untuk menggunakan berbagai strategi belajar.
5. Pembelajaran berdasarkan pemusatan kepada siswa mendorong siswa untuk memikirkan perubahan gagasan merka setelah menyadari kemajuan mereka serta memberi kesempatan siswa untuk mengidentifikasi perubahan gagasan mereka.
6. Pembelajaran berdasarkan pemusatan kepada siswa memberikan lingkungan belajar yang kondusif yang mendukung siswa mengungkapkan gagasan, saling menyimak, dan menghindari kesan selalu ada satu jawaban yang benar. (4)
C. Kelemahan Student Centered Learning
Diantara kekurangan/kelemahan pembelajaran Student Centered Learning adalah:
1. Siswa mengkonstruksi pengetahuannya sendiri, tidak jarang bahwa hasil konstruksi siswa tidak cocok dengan hasil konstruksi para ilmuan sehingga menyebabkan miskonsepsi.
2. Pemusatan pembelajaran pada siswa menanamkan agar siswa membangun pengetahuannya sendiri, hal ini pasti membutuhkan waktu yang lama dan setiap siswa memerlukan penanganan yang berbeda-beda.
3. Situasi dan kondisi tiap sekolah tidak sama, karena tidak semua sekolah memiliki sarana prasarana yang dapat membantu keaktifan dan kreatifitas siswa. (5)
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam sebuah tatanan kehidupan bermasyarakat tentu ada norma dan nilai yang mengaturnya bahkan nilai dan norma menjadi sebuah hal yang wajib ada untuk mengatur hubungan tersebut dengan maksud agar tidak terjadi perselisihan di dalam pelaksanaannya. Dalam masyrakat, nilai bertujuan untuk menganggap sesuatu hal, apakah sesuatu itu pantas atau tidak pantas, penting atau tidak penting, mulia ataukah hina. Sesuatu itu dapat berupa benda, orang, tindakan, pengalaman, dan seterusnya.
Sedangkan sebuah norma merupakan ukuran yang digunakan oleh masyarakat apakah tindakan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang merupakan tindakan yang wajar dan dapat diterima karena sesuai dengan harapan sebagian besar warga masyarakat ataukah merupakan tindakan yang menyimpang karena tidak sesuai dengan harapan sebagian besar warga masyarakat. Berdasarkan uraian di atas maka untuk mengatasi beraneka ragam persoalan dalam pembelajaran yang semakin rumit, maka pembelajaran Teacher Centered Learning yang selama ini telah digunakan selama bertahun-tahun, tampaknya tidak mampu lagi menjawab semua persoalan pembelajaran, maka perlu mencari alternatif pembelajaran yang lebih mampu mengatasi semua persoalan pembelajaran yang ada, salah satunya adalah pembelajaran Student Centered Learning yang telah diuraikan. Pembelajaran ini menghargai perbedaan, menghargai keunikan invidu, menghargai keberagaman dalam menerima dan memaknai pengetahuan.
B. Saran
Dengan pembelajaran yang dipusatkan kepada siswa diharapkan mampu menjawab tantangan pendidikan saat sekarang ini sehingga siswa pada akhirnya mampu memberikan penyelesaikan persoalan yang dihadapi siswa pada masa globalisasi ini.
DAFTAR PUSTAKA
http://desi_na.student.fkip.uns.ac.id/2009/10/30/macam-macam-pendekatan/, diakses tanggal 26 September 2010.
http://hidayah-ilayya.blogspot.com/2009/10/mengembalikan-makna-pendidikan-dalam.html, diakses tanggal 26 September 2010.
http://pembelajaranguru.wordpress.com/2008/05/31/konstruktivisme-6-keunggulan-penggunaan-pandangan-konstruktivisme-dalam-pembelajaran/, diakses tanggal 26 September 2010.
FOOTNOTE
1 http://desi_na.student.fkip.uns.ac.id/2009/10/30/macam-macam-pendekatan/, diakses tanggal 26 September 2010.
2 Ibid.
3 http://hidayah-ilayya.blogspot.com/2009/10/mengembalikan-makna-pendidikan-dalam.html, diakses tanggal 26 September 2010.
4 http://pembelajaranguru.wordpress.com/2008/05/31/konstruktivisme-6-keunggulan-penggunaan-pandangan-konstruktivisme-dalam-pembelajaran/, diakses tanggal 26 September 2010.
5 ibid
Sabtu, 25 September 2010
SCL 2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Belajar mengajar melibatkan interaksi guru dan murid. Ada dua tipe sistem pengajaran, yakni pengajaran yang berpusat pada guru (teacher centered learning) dan pengajaran yang berpusat pada murid (student centered learnimg). Sistem pengajaran yang menempatkan siswa sebagai pusat pembe-lajaran menuntut peran dan partisipasi yang tinggi dari siswa. (1) Berkaitan dengan proses pembelajaran, Mulyasa menyarankan perlunya pengupayaan lingkungan belajar yang kondusif dengan metode dan media yang bervariasi. (2)
Dalam proses pembelajaran di kelas, kurikulum pelajaran perlu disesuaikan dengan konteks yang relevan dengan dunia siswa. Guru dituntut untuk kreatif memodifikasi atau menyampaikan kurikulum dalam strategi pengajarannya. Berbagai media dan metode dapat digunakan untuk mendekatkan materi pelajaran (misalnya pelajaran muatan lokal) dengan dunia sehari-hari siswa, dengan tujuan melatih life skill dan life competency siswa. Guru dapat membuat kurikulum atau satuan pelajaran dengan penekanan pada pengintegrasian beberapa mata pelajaran dalam satu sajian/ tatap muka. Dua bentuk tipe kurikulum yang sesuai dengan pendekatan ini adalah correlated curriculum (menghubungkan antar bidang ilmu dengan tetap memperhatikan karakteristik masing-masing ilmu) dan integrated curriculum (pelajaran dipusatkan pada satu masalah atau topik tertentu dengan melibatkan berbagai pendekatan disiplin ilmu yang berlainan). (3)
Berkaitan dengan media yang digunakan dalam pelajaran, Mamat, dkk mencontohkan satuan pelajaran yang memuat beberapa media pembelajaran. Dalam pelajaran fiqih, dengan materi pokok mengenai kewajiban memelihara dan mengelola lingkungan hidup, digunakan media VCD tentang Tanda-tanda Hari Kiamat (kejadian gunung meletus), lembar permasalahan, lembar obser-vasi, gambar-gambar yang berkaitan dengan gunung meletus, dan kertas karton. (4)
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang tertuang dalam latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah:
1. Apa pengertian pembalajaran Student Centered Learning?
2. Bagaimana rancangan pembelajaran Student Centered Learning?
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan dalam makalah ini adalah untuk mengetahui:
1. Apa pengertian pembalajaran Student Centered Learning.
2. Bagaimana rancangan pembelajaran Student Centered Learning.
BAB II
PEMBELAJARAN YANG BERPUSAT PADA SISWA
(STUDENT CENTERED LEARNING)
A. Pengertian Pembelajaran Student Centered Learning
Siswa sebagai subjek dan pusat pembelajaran (Student Centered Learning) berarti menempatkan siswa sebagai pusat pembelajaran dan mengakui perbedaan potensi siswa adalah kesadaran dasar yang harus dipahami dalam memandang siswa sebagai input dalam pembelajaran. Guru dituntut untuk mengenali potensi akademik dan kepribadian siswa. Individual differences akan menentukan tingkat kecepatan siswa dalam merespon dan menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan. Konsekuensi-nya, beberapa siswa akan belajar lebih cepat dan dapat mengambil program akselerasi/pengayaan atau bahkan mendapat kesempatan untuk loncat kelas. Siswa yang memerlukan waktu yang lebih banyak atau kurang mampu menyerap pelajaran berdasarkan standar kelas dipersilakan menjalani progran remedial untuk mengulang dan menguatkan pemahaman terhadap topik pelajaran yang kurang dikuasai. (5)
Yang terpenting dalam pembelajaran adalah bahwa dalam proses pembelajaran, si belajarlah yang harus mendapatkan penekanan. Merekalah yang harus aktif mengembangkan pengetahuan mereka, bukan pembelajar atau orang lain. Mereka yang harus bertanggung jawab terhadap hasil belajarnya. Penekanan belajar siswa secara aktif ini perlu dikembangkan. Kreativitas dan keaktifan siswa akan membantu mereka untuk berdiri sendiri dalam kehidupan kognitif siswa. (6)
Untuk mengakomodasi minat yang berbeda, guru dapat melakukan grouping berdasarkan area atau mata pelajaran/ilmu tertentu. Pembelajaran tematik juga dapat disajikan untuk menampung minat siswa agar kurikulum lebih dapat dikembangkan dan lebih dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien. Berikut definisi tentang pembelajaran tematik: “Pembelajaran tematik merupakan pembelajaran terpadu, dengan mengelola pembelajaran yang mengintegrasikan materi dari beberapa mata pelajaran dalam satu topik pembicaraan yang disebut tema”. Belajar lebih diarahkan pada experimental learning yaitu merupakan adaptasi kemanusiaan berdasarkan pengalaman konkrit di laboratorium, diskusi dengan teman sekelas, yang kemudian dikontemplasikan dan dijadikan ide dan pengembangan konsep baru. Karenanya aksentuasi dari mendidik dan mengajar tidak terfokus pada si pendidik melainkan pada pebelajar. (7)
B. Rancangan Pembelajaran Student Centered Learning
Berdasarkan teori J. Peaget dan Vygotsky yang telah dikemukakan di atas maka pembelajaran dapat dirancang/didesain model pembelajaran Student Centered Learning di kelas sebagai berikut:
Pertama, identifikasi prior knowledge dan miskonsepsi. Identifikasi awal terhadap gagasan intuitif yang mereka miliki terhadap lingkungannya dijaring untuk mengetahui kemungkinan-kemungkinan akan munculnya miskonsepsi yang menghinggapi struktur kognitif siswa. Identifikasi ini dilakukan dengan tes awal, interview.
Kedua, penyusunan program pembelajaran. Program pembelajaran dijabarkan dalam bentuk Rencana Pelaksanaan Pembelajaran.
Ketiga orientasi dan elicitasi, situasi pembelajaran yang kondusif dan mengasyikkan sangatlah perlu diciptakan pada awal-awal pembelajaran untuk membangkitkan minat mereka terhadap topic yang akan dibahas. Siswa dituntun agar mereka mau mengemukakan gagasan intuitifnya sebanyak mungkin tentang gejala-gejala fisika yang mereka amati dalam lingkungan hidupnya sehari-hari. Mengungkapan gagasan tersebut dapat memalui diskusi, menulis, ilustrasi gambar dan sebagainya. Gagasan-gagasan tersebut kemudian dipertimbangkan bersama. Suasana pembelajaran dibuat santai dan tidak menakutkan agar siswa tidak khawatir dicemooh dan ditertawakan bila gagasan-gagasannya salah. Guru harus menahan diri untuk tidak menghakiminya. Kebenaran akan gagasan siswa akan terjawab dan terungkap dengan sendirinya melalui penalarannya dalam tahap konflik kognitif
Keempat, refleksi. Dalam tahap ini, berbagai macam gagasan-gagasan yang bersifat miskonsepsi yang muncul pada tahap orientasi dan elicitasi direflesikan dengan miskonsepsi yang telah dijaring pada tahap awal. Miskonsepsi ini diklasifikasi berdasarkan tingkat kesalahan dan kekonsistenannya untuk memudahkan merestrukturisasikannya.
Kelima, resrtukturisasi ide, (a) tantangan, siswa diberikan pertanyaan-pertanyaan tentang gejala-gejala yang kemudian dapat diperagakan atau diselidiki dalam praktikum. Mereka diminta untuk meramalkan hasil percobaan dan memberikan alas an untuk mendukung ramalannya itu. (b) konflik kognitif dan diskusi kelas. Siswa akan daapt melihat sendiri apakah ramalan mereka benar atau salah. Mereka didorong untuk menguji keyakinan dengan melakukan percobaan. Bila ramalan mereka meleset, mereka akan mengalami konflik kognitif dan mulai tidak puas dengan gagasan mereka. Kemudian mereka didorong untuk memikirkan penjelasan paling sederhana yang dapat menerangkan sebanyak mungkin gejala yang telah mereka lihat. Usaha untuk mencari penjelasan ini dilakukan dengan proses konfrontasi melalui diskusi dengan teman atau guru yang pada kapasistasnya sebagai fasilitator dan mediator. (c) membangun ulang kerangka konseptual. Siswa dituntun untuk menemukan sendiri bahwa konsep-konsep yang baru itu memiliki konsistensi internal. Menunjukkan bahwa konsep ilmiah yang baru itu memiliki keunggulan dari gagasan yang lama.
Keenam, aplikasi. Menyakinkan siswa akan manfaat untuk beralih konsepsi dari miskonsepsi menuju konsepsi ilmiah. Menganjurkan mereka untuk menerapkan konsep ilmiahnya tersebut dalam berbagai macam situasi untuk memecahkan masalah yang instruktif dan kemudia menguji penyelesaian secara empiris. Mereka akan mampu membandingkan secara eksplisit miskonsepsi mereka dengan penjelasa secara keilmuan.
Ketujuh, review dilakukan untuk meninjau keberhasilan strategi pembelajaran yang telah berlangsung dalam upaya mereduksi miskonsepsi yang muncul pada awal pembelajaran. Revisi terhadap strategi pembelajaran dilakukan bila miskonsepsi yang muncul kembali bersifat sangar resisten. Hal ini penting dilakukan agar miskonsepsi yang resisten tersebut tidak selamanya menghinggapi struktur kognitif, yang pada akhirnya akan bermuara pada kesulitan belajar dan rendahnya prestasi siswa bersangkutan. (8)
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas maka untuk mengatasi beraneka ragam persoalan dalam pembelajaran yang semakin rumit, maka pembelajaran Teacher Centered Learning yang selama ini telah digunakan selama bertahun-tahun, tampaknya tidak mampu lagi menjawab semua persoalan pembelajaran, maka perlu mencari alternatif pembelajaran yang lebih mampu mengatasi semua persoalan pembelajaran yang ada, salah satunya adalah pembelajaran Student Centered Learning yang telah diuraikan. Pembelajaran ini menghargai perbedaan, menghargai keunikan invidu, menghargai keberagaman dalam menerima dan memaknai pengetahuan.
B. Saran
Dengan pembelajaran yang dipusatkan kepada siswa diharapkan mampu menjawab tantangan pendidikan saat sekarang ini sehingga siswa pada akhirnya mampu memberikan penyelesaikan persoalan yang dihadapi siswa pada masa globalisasi ini.
DAFTAR PUSTAKA
E. Mulyasa, (2004), Implementasi Kurikulum 2004. Panduan Pembelajaran KBK. Bandung: Remaja Rosdakarya.
http://hidayah-ilayya.blogspot.com/2009/10/mengembalikan-makna-pendidikan-dalam.html, diakses tanggal 26 September 2010.
http://mutiara.student.fkip.uns.ac.id/, diakses tanggal 26 September 2010.
Mamat, dkk. (2005), Pedoman Pelaksanaan Pembelajaran Tematik, (Jakarta: Departemen Agama. Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam.
Nurdin, S. (2005), Guru Profesional dan Implementasi Kurikulum. Jakarta: Quantum teaching.
R. Situmorang, (2004), Strategi Pembelajaran Berbasis Multiple Intelligences untuk Pencapaian Kompetensi dalam Pembelajaran. Mozaik Teknologi Pendidikan. Jakarta: UNJ dan Kencana.
FOOTNOTE
1 Nurdin, S. Guru Profesional dan Implementasi Kurikulum. (Jakarta: Quantum teaching. 2005), hal. 32.
2 E. Mulyasa, Implementasi Kurikulum 2004. Panduan Pembelajaran KBK. (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), hal. 21.
3 Nurdin, S. loc.cit.
4 Mamat, dkk. Pedoman Pelaksanaan Pembelajaran Tematik, (Jakarta: Departemen Agama. Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam, 2005), hal. 74.
5 http://hidayah-ilayya.blogspot.com/2009/10/mengembalikan-makna-pendidikan-dalam.html, diakses tanggal 26 September 2010.
6 Ibid.
7 R. Situmorang, Strategi Pembelajaran Berbasis Multiple Intelligences untuk Pencapaian Kompetensi dalam Pembelajaran. Mozaik Teknologi Pendidikan. (Jakarta: UNJ dan Kencana, 2004), hal. 231.
8 http://mutiara.student.fkip.uns.ac.id/, diakses tanggal 26 September 2010.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Belajar mengajar melibatkan interaksi guru dan murid. Ada dua tipe sistem pengajaran, yakni pengajaran yang berpusat pada guru (teacher centered learning) dan pengajaran yang berpusat pada murid (student centered learnimg). Sistem pengajaran yang menempatkan siswa sebagai pusat pembe-lajaran menuntut peran dan partisipasi yang tinggi dari siswa. (1) Berkaitan dengan proses pembelajaran, Mulyasa menyarankan perlunya pengupayaan lingkungan belajar yang kondusif dengan metode dan media yang bervariasi. (2)
Dalam proses pembelajaran di kelas, kurikulum pelajaran perlu disesuaikan dengan konteks yang relevan dengan dunia siswa. Guru dituntut untuk kreatif memodifikasi atau menyampaikan kurikulum dalam strategi pengajarannya. Berbagai media dan metode dapat digunakan untuk mendekatkan materi pelajaran (misalnya pelajaran muatan lokal) dengan dunia sehari-hari siswa, dengan tujuan melatih life skill dan life competency siswa. Guru dapat membuat kurikulum atau satuan pelajaran dengan penekanan pada pengintegrasian beberapa mata pelajaran dalam satu sajian/ tatap muka. Dua bentuk tipe kurikulum yang sesuai dengan pendekatan ini adalah correlated curriculum (menghubungkan antar bidang ilmu dengan tetap memperhatikan karakteristik masing-masing ilmu) dan integrated curriculum (pelajaran dipusatkan pada satu masalah atau topik tertentu dengan melibatkan berbagai pendekatan disiplin ilmu yang berlainan). (3)
Berkaitan dengan media yang digunakan dalam pelajaran, Mamat, dkk mencontohkan satuan pelajaran yang memuat beberapa media pembelajaran. Dalam pelajaran fiqih, dengan materi pokok mengenai kewajiban memelihara dan mengelola lingkungan hidup, digunakan media VCD tentang Tanda-tanda Hari Kiamat (kejadian gunung meletus), lembar permasalahan, lembar obser-vasi, gambar-gambar yang berkaitan dengan gunung meletus, dan kertas karton. (4)
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang tertuang dalam latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah:
1. Apa pengertian pembalajaran Student Centered Learning?
2. Bagaimana rancangan pembelajaran Student Centered Learning?
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan dalam makalah ini adalah untuk mengetahui:
1. Apa pengertian pembalajaran Student Centered Learning.
2. Bagaimana rancangan pembelajaran Student Centered Learning.
BAB II
PEMBELAJARAN YANG BERPUSAT PADA SISWA
(STUDENT CENTERED LEARNING)
A. Pengertian Pembelajaran Student Centered Learning
Siswa sebagai subjek dan pusat pembelajaran (Student Centered Learning) berarti menempatkan siswa sebagai pusat pembelajaran dan mengakui perbedaan potensi siswa adalah kesadaran dasar yang harus dipahami dalam memandang siswa sebagai input dalam pembelajaran. Guru dituntut untuk mengenali potensi akademik dan kepribadian siswa. Individual differences akan menentukan tingkat kecepatan siswa dalam merespon dan menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan. Konsekuensi-nya, beberapa siswa akan belajar lebih cepat dan dapat mengambil program akselerasi/pengayaan atau bahkan mendapat kesempatan untuk loncat kelas. Siswa yang memerlukan waktu yang lebih banyak atau kurang mampu menyerap pelajaran berdasarkan standar kelas dipersilakan menjalani progran remedial untuk mengulang dan menguatkan pemahaman terhadap topik pelajaran yang kurang dikuasai. (5)
Yang terpenting dalam pembelajaran adalah bahwa dalam proses pembelajaran, si belajarlah yang harus mendapatkan penekanan. Merekalah yang harus aktif mengembangkan pengetahuan mereka, bukan pembelajar atau orang lain. Mereka yang harus bertanggung jawab terhadap hasil belajarnya. Penekanan belajar siswa secara aktif ini perlu dikembangkan. Kreativitas dan keaktifan siswa akan membantu mereka untuk berdiri sendiri dalam kehidupan kognitif siswa. (6)
Untuk mengakomodasi minat yang berbeda, guru dapat melakukan grouping berdasarkan area atau mata pelajaran/ilmu tertentu. Pembelajaran tematik juga dapat disajikan untuk menampung minat siswa agar kurikulum lebih dapat dikembangkan dan lebih dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien. Berikut definisi tentang pembelajaran tematik: “Pembelajaran tematik merupakan pembelajaran terpadu, dengan mengelola pembelajaran yang mengintegrasikan materi dari beberapa mata pelajaran dalam satu topik pembicaraan yang disebut tema”. Belajar lebih diarahkan pada experimental learning yaitu merupakan adaptasi kemanusiaan berdasarkan pengalaman konkrit di laboratorium, diskusi dengan teman sekelas, yang kemudian dikontemplasikan dan dijadikan ide dan pengembangan konsep baru. Karenanya aksentuasi dari mendidik dan mengajar tidak terfokus pada si pendidik melainkan pada pebelajar. (7)
B. Rancangan Pembelajaran Student Centered Learning
Berdasarkan teori J. Peaget dan Vygotsky yang telah dikemukakan di atas maka pembelajaran dapat dirancang/didesain model pembelajaran Student Centered Learning di kelas sebagai berikut:
Pertama, identifikasi prior knowledge dan miskonsepsi. Identifikasi awal terhadap gagasan intuitif yang mereka miliki terhadap lingkungannya dijaring untuk mengetahui kemungkinan-kemungkinan akan munculnya miskonsepsi yang menghinggapi struktur kognitif siswa. Identifikasi ini dilakukan dengan tes awal, interview.
Kedua, penyusunan program pembelajaran. Program pembelajaran dijabarkan dalam bentuk Rencana Pelaksanaan Pembelajaran.
Ketiga orientasi dan elicitasi, situasi pembelajaran yang kondusif dan mengasyikkan sangatlah perlu diciptakan pada awal-awal pembelajaran untuk membangkitkan minat mereka terhadap topic yang akan dibahas. Siswa dituntun agar mereka mau mengemukakan gagasan intuitifnya sebanyak mungkin tentang gejala-gejala fisika yang mereka amati dalam lingkungan hidupnya sehari-hari. Mengungkapan gagasan tersebut dapat memalui diskusi, menulis, ilustrasi gambar dan sebagainya. Gagasan-gagasan tersebut kemudian dipertimbangkan bersama. Suasana pembelajaran dibuat santai dan tidak menakutkan agar siswa tidak khawatir dicemooh dan ditertawakan bila gagasan-gagasannya salah. Guru harus menahan diri untuk tidak menghakiminya. Kebenaran akan gagasan siswa akan terjawab dan terungkap dengan sendirinya melalui penalarannya dalam tahap konflik kognitif
Keempat, refleksi. Dalam tahap ini, berbagai macam gagasan-gagasan yang bersifat miskonsepsi yang muncul pada tahap orientasi dan elicitasi direflesikan dengan miskonsepsi yang telah dijaring pada tahap awal. Miskonsepsi ini diklasifikasi berdasarkan tingkat kesalahan dan kekonsistenannya untuk memudahkan merestrukturisasikannya.
Kelima, resrtukturisasi ide, (a) tantangan, siswa diberikan pertanyaan-pertanyaan tentang gejala-gejala yang kemudian dapat diperagakan atau diselidiki dalam praktikum. Mereka diminta untuk meramalkan hasil percobaan dan memberikan alas an untuk mendukung ramalannya itu. (b) konflik kognitif dan diskusi kelas. Siswa akan daapt melihat sendiri apakah ramalan mereka benar atau salah. Mereka didorong untuk menguji keyakinan dengan melakukan percobaan. Bila ramalan mereka meleset, mereka akan mengalami konflik kognitif dan mulai tidak puas dengan gagasan mereka. Kemudian mereka didorong untuk memikirkan penjelasan paling sederhana yang dapat menerangkan sebanyak mungkin gejala yang telah mereka lihat. Usaha untuk mencari penjelasan ini dilakukan dengan proses konfrontasi melalui diskusi dengan teman atau guru yang pada kapasistasnya sebagai fasilitator dan mediator. (c) membangun ulang kerangka konseptual. Siswa dituntun untuk menemukan sendiri bahwa konsep-konsep yang baru itu memiliki konsistensi internal. Menunjukkan bahwa konsep ilmiah yang baru itu memiliki keunggulan dari gagasan yang lama.
Keenam, aplikasi. Menyakinkan siswa akan manfaat untuk beralih konsepsi dari miskonsepsi menuju konsepsi ilmiah. Menganjurkan mereka untuk menerapkan konsep ilmiahnya tersebut dalam berbagai macam situasi untuk memecahkan masalah yang instruktif dan kemudia menguji penyelesaian secara empiris. Mereka akan mampu membandingkan secara eksplisit miskonsepsi mereka dengan penjelasa secara keilmuan.
Ketujuh, review dilakukan untuk meninjau keberhasilan strategi pembelajaran yang telah berlangsung dalam upaya mereduksi miskonsepsi yang muncul pada awal pembelajaran. Revisi terhadap strategi pembelajaran dilakukan bila miskonsepsi yang muncul kembali bersifat sangar resisten. Hal ini penting dilakukan agar miskonsepsi yang resisten tersebut tidak selamanya menghinggapi struktur kognitif, yang pada akhirnya akan bermuara pada kesulitan belajar dan rendahnya prestasi siswa bersangkutan. (8)
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas maka untuk mengatasi beraneka ragam persoalan dalam pembelajaran yang semakin rumit, maka pembelajaran Teacher Centered Learning yang selama ini telah digunakan selama bertahun-tahun, tampaknya tidak mampu lagi menjawab semua persoalan pembelajaran, maka perlu mencari alternatif pembelajaran yang lebih mampu mengatasi semua persoalan pembelajaran yang ada, salah satunya adalah pembelajaran Student Centered Learning yang telah diuraikan. Pembelajaran ini menghargai perbedaan, menghargai keunikan invidu, menghargai keberagaman dalam menerima dan memaknai pengetahuan.
B. Saran
Dengan pembelajaran yang dipusatkan kepada siswa diharapkan mampu menjawab tantangan pendidikan saat sekarang ini sehingga siswa pada akhirnya mampu memberikan penyelesaikan persoalan yang dihadapi siswa pada masa globalisasi ini.
DAFTAR PUSTAKA
E. Mulyasa, (2004), Implementasi Kurikulum 2004. Panduan Pembelajaran KBK. Bandung: Remaja Rosdakarya.
http://hidayah-ilayya.blogspot.com/2009/10/mengembalikan-makna-pendidikan-dalam.html, diakses tanggal 26 September 2010.
http://mutiara.student.fkip.uns.ac.id/, diakses tanggal 26 September 2010.
Mamat, dkk. (2005), Pedoman Pelaksanaan Pembelajaran Tematik, (Jakarta: Departemen Agama. Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam.
Nurdin, S. (2005), Guru Profesional dan Implementasi Kurikulum. Jakarta: Quantum teaching.
R. Situmorang, (2004), Strategi Pembelajaran Berbasis Multiple Intelligences untuk Pencapaian Kompetensi dalam Pembelajaran. Mozaik Teknologi Pendidikan. Jakarta: UNJ dan Kencana.
FOOTNOTE
1 Nurdin, S. Guru Profesional dan Implementasi Kurikulum. (Jakarta: Quantum teaching. 2005), hal. 32.
2 E. Mulyasa, Implementasi Kurikulum 2004. Panduan Pembelajaran KBK. (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), hal. 21.
3 Nurdin, S. loc.cit.
4 Mamat, dkk. Pedoman Pelaksanaan Pembelajaran Tematik, (Jakarta: Departemen Agama. Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam, 2005), hal. 74.
5 http://hidayah-ilayya.blogspot.com/2009/10/mengembalikan-makna-pendidikan-dalam.html, diakses tanggal 26 September 2010.
6 Ibid.
7 R. Situmorang, Strategi Pembelajaran Berbasis Multiple Intelligences untuk Pencapaian Kompetensi dalam Pembelajaran. Mozaik Teknologi Pendidikan. (Jakarta: UNJ dan Kencana, 2004), hal. 231.
8 http://mutiara.student.fkip.uns.ac.id/, diakses tanggal 26 September 2010.
SCL 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu penyebab rendahnya mutu sumber daya manusia Indonesia terletak pada kegagalan pendidikan dalam mengemban amanahnya, yaitu untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan di Indonesia yang cenderung mengikuti tuntutan dunia industri-kapitalis ternyata membawa banyak permasalahan baru. Dunia pendidikan Indonesia perlu melakukan redefinisi dan reorientasi dalam mengembalikan makna, fungsi dan tujuan pendidikan yang sebenarnya. Salah satu pendekatan yang perlu ditinjau ulang adalah mengenai siswa sebagai subjek pembelajar. Mengenali, memahami dan menyentuh setiap aspek/potensi siswa adalah kunci keberhasilan proses belajar-mengajar. Konsekuensi logisnya, guru/pendidik harus menyadari adanya individual differences pada siswa. Dari sini, guru/pendidik dapat mengimplementasikan metode dan kurikulum serta media dan instrumen pendidikan yang menunjang optimalisasi potensi siswa. Dengan demikian, diharapkan guru dapat membantu memfasilitasi dan mengoptimalkan potensi siswa selama proses belajar-mengajar. (1)
Seseorang atau masyarakat dengan kapasitas dan kualitas berpikir global, mampu berperan dan menciptakan kemasalahatan bagi lingkungannya merupakan bagian dari visi reformasi. Hal ini secara eksplisit tertuang dalam visi mikro dan makro pendidikan nasional: “Terwujudnya individu manusia baru (masyarakat Indonesia baru) yang memiliki sikap dan wawasan keimanan dan akhlak yang tinggi, kemerdekaan dan demokrasi, toleransi dan menjunjung hak asasi manusia, serta berpengertian dan berwawasan global”. (2)
Dari hal tersebut maka perlu adanya sebuah inovasi dan perubahan dalam system pembelajaran pada sekolah-sekolah yang awalnya kebanyakan menggunakan prinsip teacher centre learning (guru sebagai pusat) beralih ke dalam pembelajaran yang berpusat pada siswa (Student Centered Learning)
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang tertuang dalam latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah:
1. Apa pengertian pembalajaran Student Centered Learning?
2. Apa saja prinsip dalam pembelajaran Student Centered Learning?
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan dalam makalah ini adalah untuk mengetahui:
1. Apa pengertian pembalajaran Student Centered Learning.
2. Apa saja prinsip dalam pembelajaran Student Centered Learning.
BAB II
STUDENT CENTERED LEARNING
(PEMBELAJARAN YANG DIPUSATKAN KEPADA SISWA)
A. Pengertian Pembelajaran Student Centered Learning
Terkait dengan mutu SDM, Tilaar (2000) menyarankan bentuk pendidikan pemberdayaan. “…pendidikan pemberdayaan yaitu yang bertujuan memberdayakan setiap anggota masyarakat untuk dapat berprestaasi setinggi-tingginya sesuai dengan kemampuan yang telah dikembangkan didalam diri sendiri”. Dari sudat pandang lain, kualitas pendidikan dapat ditingkatkan melalui “adanya perubahan sosial yang memberi arah bahwa pendidikan merupakan pendekatan dasar dalam proses perubahan”. (3)
Siswa sebagai subjek dan pusat pembelajaran (Student Centered Learning) berarti menempatkan siswa sebagai pusat pembelajaran dan mengakui perbedaan potensi siswa adalah kesadaran dasar yang harus dipahami dalam memandang siswa sebagai input dalam pembelajaran. Guru dituntut untuk mengenali potensi akademik dan kepribadian siswa. Individual differences akan menentukan tingkat kecepatan siswa dalam merespon dan menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan. Konsekuensi-nya, beberapa siswa akan belajar lebih cepat dan dapat mengambil program akselerasi/pengayaan atau bahkan mendapat kesempatan untuk loncat kelas. Siswa yang memerlukan waktu yang lebih banyak atau kurang mampu menyerap pelajaran berdasarkan standar kelas dipersilakan menjalani progran remedial untuk mengulang dan menguatkan pemahaman terhadap topik pelajaran yang kurang dikuasai. (4)
Untuk mengakomodasi minat yang berbeda, guru dapat melakukan grouping berdasarkan area atau mata pelajaran/ilmu tertentu. Pembelajaran tematik juga dapat disajikan untuk menampung minat siswa agar kurikulum lebih dapat dikembangkan dan lebih dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien. Berikut definisi tentang pembelajaran tematik: “Pembelajaran tematik merupakan pembelajaran terpadu, dengan mengelola pembelajaran yang mengintegrasikan materi dari beberapa mata pelajaran dalam satu topik pembicaraan yang disebut tema”. (5)
B. Prinsip-Prinsip Pembelajaran Student Centered Learning
Pembelajaran Student Centered Learning mempunyai beberapa konsep umum/prinsip-prinsip umum seperti:
a. Pelajar aktif membina pengetahuan berasaskan pengalaman yang sudah ada.
b. Dalam konteks pembelajaran, pelajar seharusnya membina sendiri pengetahuan mereka.
c. Pentingnya membina pengetahuan secara aktif oleh pelajar sendiri melalui proses saling mempengaruhi antara pembelajaran terdahulu dengan pembelajaran terbaru.
d. Unsur terpenting dalam teori ini ialah seseorang membina pengetahuan dirinya secara aktif dengan cara membandingkan informasi baru dengan pemahamannya yang sudah ada.
e. Ketidakseimbangan merupakan faktor motivasi pembelajaran yang utama. Faktor ini berlaku apabila seorang pelajar menyadari gagasan-gagasannya tidak konsisten atau sesuai dengan pengetahuan ilmiah.
f. Bahan pengajaran yang disediakan perlu mempunyai keterkaitan dengan pengalaman pelajar untuk menarik minat pelajar.
g. Tujuan dari proses pembelajaran adalah mendidik dan membekali siswa dengan seperangkat pengetahuan, sikap, nilai, moral dan keterampilan untuk memahami lingkungan sosial masyarakat dapat dicapai. Hal ini juga dapat menjadikan pembelajaran Sosial lebih menarik, penuh tantangan dan semangat dalam mempelajarinya. Oleh karena itu lebih tepat, kalau anak didik dipandang sebagai subyek dalam proses belajar. (6)
Model pembelajaran yang dilakukan dapat mencoba menggabungkan antara strategi mengajar bentuk dan dinamika proses demokrasi dengan proses inkuiri akademik. Proses pembelajaran yang berupa pengetahuan sosial berorientasi terhadap pemecahan masalah. Jadi, siswa dapat berdiskusi dalam mencari makna agar dapat mengkonstruksi pengetahuan melalui interaksi sosial dengan orang lain.
Sehingga timbul harapan adanya pengembangan potensi siswa secara optimal untuk belajar mandiri serta belajar bersama untuk mencapai tujuan bersama. Dalam wawasan ini guru secara fleksibel menempatkan diri agar siswa menjadi semangat dalam pembelajaran. Pada saat-saat tertentu guru membiarkan anak mengeksplorasi dan bereksperimen sendiri dengan lingkungannya. Maka proses yang terjadi akan beragam sesuai dengan konteks kulturalnya.
Pembelajaran ini sebenarnya bukan merupakan sebuah pembelajaran yang asing bagi persepektif pendidikan di Indonesia. Ki Hajar Dewantoro, seorang tokoh pendidikan nasional, sudah lama memperkenalkan pendekatan pendidikan yang diungkapkan melalui tiga prinsip utama peran pendidik, yaitu; ‘ing ngarso sung tulodo’ (bila berada di depan anak didik, beri contoh tauladan), ‘ing madyo mbangun karso’(bila berada di tengah-tengah siswa, bangunkan keinginan anak untuk belajar), dan tut wuri handayani (bila dibelakang anak didik, beri dorongan semangat). Tujuan dapat membatasi ruang gerak usaha, agar kegiatan dapat terfokus dalam memberikan penilaian atau evaluasi pada usaha-usaha pendidikan. (7)
Dalam hal ini melalui pendekatan juga merupakan usaha yang penting.Pendekatan kontruktivis sosial untuk pengajaran menekankan pada konteks sosial dari pembelajaran dan bahwa pengetahuan itu dibangun dan dikontribusi secara bersama (mutual).Keterlibatan dengan orang lain membuka kesempatan bagi murid untuk mengevaluasi dan memperbaiki pemahamaan mereka saat mereka bertemu dengan pemikiran orang lain dan saat mereka berpartisipasi dalam pencarian pemahaman bersama. Dengan cara ini, pengalaman dalam konteks sosial memberikan mekanisme penting untuk perkembangan pemikiran murid. Ada pergeseran konseptual dari individual ke kolaborasi, interaksi sosial dan aktivitas sosiokultural. Murid mengkonstruksi pengetahuan melalui interaksi sosial dengan orang lain. Isi dari pengetahuan ini dipengaruhi oleh kultur di mana murid tinggal, yang mencakup bahasa, keyakinan, dan keahlian /ketrampilan. Dalam salah satu analisis terhadap pendekatan konstruktivis sosial, guru dikatakan tertarik untuk melihat pembelajaran melalui tatapan mata murid. (8)
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tantangan berat yang harus dihadapi dunia pendidikan Indonesia, menuntut upaya pembenahan yang serius dan menyeluruh dalam setiap aspeknya. Redefinisi makna dan tujuan pendidikan haruslah disadari sebagai langkah awal perbaikan sistem pendidikan, bersama semua bagian yang terlibat didalamnya. Agar SDM Indonesia dapat bersaing dan mampu berdiri sejajar dengan masyarakat dunia luar, penguasaan atas teknologi dan informasi mutlak diperlukan. Tidak kalah penting dari itu adalah aspek kepribadian bangsa. Pendidikan demi meningkatkan kualitas keahlian dan pengetahuan dan dari sisi kemanusiaan manusia (Educated and Civilized Human Being).
Satu hal penting yang berkaitan dengan proses belajar disekolah ialah mengubah sudut pandang terhadap siswa. Siswa, dengan segala potensi dan aspek kepribadianya, adalah subjek yang memiliki kemampuan dan kualitas yang unik. Pengakuan dan pemahaman atas beragamnya bentuk kecerdasan, pandangan yang seimbang terhadap potensi akademik (kecerdasan, bakat dan kreativitas) dengan kualitas lain pada siswa adalah hal mendasar yang perlu disadari dan dijadikan pijakan dalam mengajar siswa di sekolah.
B. Saran
Sebagai ujung tombak, tugas gurulah untuk mengimplementasikan pembelajaran yang berpusat pada siswa (Student Centered Learning) dalam proses belajar-mengajar. Diharapkan dengan memahami potensi unik siswa, menerapkan kurikulum dengan sistem evaluasi yang didasarkan kompetensi dan tidak lepas dari konteks hidup, visi dan misi pendidikan di Indonesia dapat dicapai.
DAFTAR PUSTAKA
E. Mulyasa, (2004), Implementasi Kurikulum 2004. Panduan Pembelajaran KBK. Bandung: Remaja Rosdakarya.
http://hidayah-ilayya.blogspot.com/2009/10/mengembalikan-makna-pendidikan-dalam.html, diakses tanggal 26 September 2010.
http://pakmargolang.com/article/28062/pendekatan-konstruktivis-sosial-menyenangkan--dan-tanpa-tekanan-dalam-pembelajaran.html, diakses tanggal 26 September 2010.
Mamat, dkk. (2005), Pedoman Pelaksanaan Pembelajaran Tematik, (Jakarta: Departemen Agama. Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam.
Tilaar, H. A. R.(2000). Paradigma Baru Pendidikan Nasional. Jakarta: Rineka Cipta.
Warul Walidin, (2003), Konstelasi Pemikiran Pedagogok Ibnu Khaldun Perspektif Pendidikan Modern, Yogyakarta : Nadiya Foundation.
foonote
1 http://hidayah-ilayya.blogspot.com/2009/10/mengembalikan-makna-pendidikan-dalam.html, diakses tanggal 26 September 2010.
2 E. Mulyasa, Implementasi Kurikulum 2004. Panduan Pembelajaran KBK. (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), hal. 19.
3 Tilaar, H. A. R.. Paradigma Baru Pendidikan Nasional. (Jakarta: Rineka Cipta. 2000). hal. 34.
4 http://hidayah-ilayya.blogspot.com/2009/10/mengembalikan-makna-pendidikan-dalam.html, loc.cit.
5 Mamat, dkk. Pedoman Pelaksanaan Pembelajaran Tematik, (Jakarta: Departemen Agama. Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam, 2005), hal. 21-22.
6 Warul Walidin, Konstelasi Pemikiran Pedagogok Ibnu Khaldun Perspektif Pendidikan Modern, ( Yogyakarta : Nadiya Foundation, 2003), hal. 240.
7 Ibid. hal. 241.
8 http://pakmargolang.com/article/28062/pendekatan-konstruktivis-sosial-menyenangkan--dan-tanpa-tekanan-dalam-pembelajaran.html, diakses tanggal 26 September 2010.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu penyebab rendahnya mutu sumber daya manusia Indonesia terletak pada kegagalan pendidikan dalam mengemban amanahnya, yaitu untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan di Indonesia yang cenderung mengikuti tuntutan dunia industri-kapitalis ternyata membawa banyak permasalahan baru. Dunia pendidikan Indonesia perlu melakukan redefinisi dan reorientasi dalam mengembalikan makna, fungsi dan tujuan pendidikan yang sebenarnya. Salah satu pendekatan yang perlu ditinjau ulang adalah mengenai siswa sebagai subjek pembelajar. Mengenali, memahami dan menyentuh setiap aspek/potensi siswa adalah kunci keberhasilan proses belajar-mengajar. Konsekuensi logisnya, guru/pendidik harus menyadari adanya individual differences pada siswa. Dari sini, guru/pendidik dapat mengimplementasikan metode dan kurikulum serta media dan instrumen pendidikan yang menunjang optimalisasi potensi siswa. Dengan demikian, diharapkan guru dapat membantu memfasilitasi dan mengoptimalkan potensi siswa selama proses belajar-mengajar. (1)
Seseorang atau masyarakat dengan kapasitas dan kualitas berpikir global, mampu berperan dan menciptakan kemasalahatan bagi lingkungannya merupakan bagian dari visi reformasi. Hal ini secara eksplisit tertuang dalam visi mikro dan makro pendidikan nasional: “Terwujudnya individu manusia baru (masyarakat Indonesia baru) yang memiliki sikap dan wawasan keimanan dan akhlak yang tinggi, kemerdekaan dan demokrasi, toleransi dan menjunjung hak asasi manusia, serta berpengertian dan berwawasan global”. (2)
Dari hal tersebut maka perlu adanya sebuah inovasi dan perubahan dalam system pembelajaran pada sekolah-sekolah yang awalnya kebanyakan menggunakan prinsip teacher centre learning (guru sebagai pusat) beralih ke dalam pembelajaran yang berpusat pada siswa (Student Centered Learning)
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang tertuang dalam latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah:
1. Apa pengertian pembalajaran Student Centered Learning?
2. Apa saja prinsip dalam pembelajaran Student Centered Learning?
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan dalam makalah ini adalah untuk mengetahui:
1. Apa pengertian pembalajaran Student Centered Learning.
2. Apa saja prinsip dalam pembelajaran Student Centered Learning.
BAB II
STUDENT CENTERED LEARNING
(PEMBELAJARAN YANG DIPUSATKAN KEPADA SISWA)
A. Pengertian Pembelajaran Student Centered Learning
Terkait dengan mutu SDM, Tilaar (2000) menyarankan bentuk pendidikan pemberdayaan. “…pendidikan pemberdayaan yaitu yang bertujuan memberdayakan setiap anggota masyarakat untuk dapat berprestaasi setinggi-tingginya sesuai dengan kemampuan yang telah dikembangkan didalam diri sendiri”. Dari sudat pandang lain, kualitas pendidikan dapat ditingkatkan melalui “adanya perubahan sosial yang memberi arah bahwa pendidikan merupakan pendekatan dasar dalam proses perubahan”. (3)
Siswa sebagai subjek dan pusat pembelajaran (Student Centered Learning) berarti menempatkan siswa sebagai pusat pembelajaran dan mengakui perbedaan potensi siswa adalah kesadaran dasar yang harus dipahami dalam memandang siswa sebagai input dalam pembelajaran. Guru dituntut untuk mengenali potensi akademik dan kepribadian siswa. Individual differences akan menentukan tingkat kecepatan siswa dalam merespon dan menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan. Konsekuensi-nya, beberapa siswa akan belajar lebih cepat dan dapat mengambil program akselerasi/pengayaan atau bahkan mendapat kesempatan untuk loncat kelas. Siswa yang memerlukan waktu yang lebih banyak atau kurang mampu menyerap pelajaran berdasarkan standar kelas dipersilakan menjalani progran remedial untuk mengulang dan menguatkan pemahaman terhadap topik pelajaran yang kurang dikuasai. (4)
Untuk mengakomodasi minat yang berbeda, guru dapat melakukan grouping berdasarkan area atau mata pelajaran/ilmu tertentu. Pembelajaran tematik juga dapat disajikan untuk menampung minat siswa agar kurikulum lebih dapat dikembangkan dan lebih dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien. Berikut definisi tentang pembelajaran tematik: “Pembelajaran tematik merupakan pembelajaran terpadu, dengan mengelola pembelajaran yang mengintegrasikan materi dari beberapa mata pelajaran dalam satu topik pembicaraan yang disebut tema”. (5)
B. Prinsip-Prinsip Pembelajaran Student Centered Learning
Pembelajaran Student Centered Learning mempunyai beberapa konsep umum/prinsip-prinsip umum seperti:
a. Pelajar aktif membina pengetahuan berasaskan pengalaman yang sudah ada.
b. Dalam konteks pembelajaran, pelajar seharusnya membina sendiri pengetahuan mereka.
c. Pentingnya membina pengetahuan secara aktif oleh pelajar sendiri melalui proses saling mempengaruhi antara pembelajaran terdahulu dengan pembelajaran terbaru.
d. Unsur terpenting dalam teori ini ialah seseorang membina pengetahuan dirinya secara aktif dengan cara membandingkan informasi baru dengan pemahamannya yang sudah ada.
e. Ketidakseimbangan merupakan faktor motivasi pembelajaran yang utama. Faktor ini berlaku apabila seorang pelajar menyadari gagasan-gagasannya tidak konsisten atau sesuai dengan pengetahuan ilmiah.
f. Bahan pengajaran yang disediakan perlu mempunyai keterkaitan dengan pengalaman pelajar untuk menarik minat pelajar.
g. Tujuan dari proses pembelajaran adalah mendidik dan membekali siswa dengan seperangkat pengetahuan, sikap, nilai, moral dan keterampilan untuk memahami lingkungan sosial masyarakat dapat dicapai. Hal ini juga dapat menjadikan pembelajaran Sosial lebih menarik, penuh tantangan dan semangat dalam mempelajarinya. Oleh karena itu lebih tepat, kalau anak didik dipandang sebagai subyek dalam proses belajar. (6)
Model pembelajaran yang dilakukan dapat mencoba menggabungkan antara strategi mengajar bentuk dan dinamika proses demokrasi dengan proses inkuiri akademik. Proses pembelajaran yang berupa pengetahuan sosial berorientasi terhadap pemecahan masalah. Jadi, siswa dapat berdiskusi dalam mencari makna agar dapat mengkonstruksi pengetahuan melalui interaksi sosial dengan orang lain.
Sehingga timbul harapan adanya pengembangan potensi siswa secara optimal untuk belajar mandiri serta belajar bersama untuk mencapai tujuan bersama. Dalam wawasan ini guru secara fleksibel menempatkan diri agar siswa menjadi semangat dalam pembelajaran. Pada saat-saat tertentu guru membiarkan anak mengeksplorasi dan bereksperimen sendiri dengan lingkungannya. Maka proses yang terjadi akan beragam sesuai dengan konteks kulturalnya.
Pembelajaran ini sebenarnya bukan merupakan sebuah pembelajaran yang asing bagi persepektif pendidikan di Indonesia. Ki Hajar Dewantoro, seorang tokoh pendidikan nasional, sudah lama memperkenalkan pendekatan pendidikan yang diungkapkan melalui tiga prinsip utama peran pendidik, yaitu; ‘ing ngarso sung tulodo’ (bila berada di depan anak didik, beri contoh tauladan), ‘ing madyo mbangun karso’(bila berada di tengah-tengah siswa, bangunkan keinginan anak untuk belajar), dan tut wuri handayani (bila dibelakang anak didik, beri dorongan semangat). Tujuan dapat membatasi ruang gerak usaha, agar kegiatan dapat terfokus dalam memberikan penilaian atau evaluasi pada usaha-usaha pendidikan. (7)
Dalam hal ini melalui pendekatan juga merupakan usaha yang penting.Pendekatan kontruktivis sosial untuk pengajaran menekankan pada konteks sosial dari pembelajaran dan bahwa pengetahuan itu dibangun dan dikontribusi secara bersama (mutual).Keterlibatan dengan orang lain membuka kesempatan bagi murid untuk mengevaluasi dan memperbaiki pemahamaan mereka saat mereka bertemu dengan pemikiran orang lain dan saat mereka berpartisipasi dalam pencarian pemahaman bersama. Dengan cara ini, pengalaman dalam konteks sosial memberikan mekanisme penting untuk perkembangan pemikiran murid. Ada pergeseran konseptual dari individual ke kolaborasi, interaksi sosial dan aktivitas sosiokultural. Murid mengkonstruksi pengetahuan melalui interaksi sosial dengan orang lain. Isi dari pengetahuan ini dipengaruhi oleh kultur di mana murid tinggal, yang mencakup bahasa, keyakinan, dan keahlian /ketrampilan. Dalam salah satu analisis terhadap pendekatan konstruktivis sosial, guru dikatakan tertarik untuk melihat pembelajaran melalui tatapan mata murid. (8)
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tantangan berat yang harus dihadapi dunia pendidikan Indonesia, menuntut upaya pembenahan yang serius dan menyeluruh dalam setiap aspeknya. Redefinisi makna dan tujuan pendidikan haruslah disadari sebagai langkah awal perbaikan sistem pendidikan, bersama semua bagian yang terlibat didalamnya. Agar SDM Indonesia dapat bersaing dan mampu berdiri sejajar dengan masyarakat dunia luar, penguasaan atas teknologi dan informasi mutlak diperlukan. Tidak kalah penting dari itu adalah aspek kepribadian bangsa. Pendidikan demi meningkatkan kualitas keahlian dan pengetahuan dan dari sisi kemanusiaan manusia (Educated and Civilized Human Being).
Satu hal penting yang berkaitan dengan proses belajar disekolah ialah mengubah sudut pandang terhadap siswa. Siswa, dengan segala potensi dan aspek kepribadianya, adalah subjek yang memiliki kemampuan dan kualitas yang unik. Pengakuan dan pemahaman atas beragamnya bentuk kecerdasan, pandangan yang seimbang terhadap potensi akademik (kecerdasan, bakat dan kreativitas) dengan kualitas lain pada siswa adalah hal mendasar yang perlu disadari dan dijadikan pijakan dalam mengajar siswa di sekolah.
B. Saran
Sebagai ujung tombak, tugas gurulah untuk mengimplementasikan pembelajaran yang berpusat pada siswa (Student Centered Learning) dalam proses belajar-mengajar. Diharapkan dengan memahami potensi unik siswa, menerapkan kurikulum dengan sistem evaluasi yang didasarkan kompetensi dan tidak lepas dari konteks hidup, visi dan misi pendidikan di Indonesia dapat dicapai.
DAFTAR PUSTAKA
E. Mulyasa, (2004), Implementasi Kurikulum 2004. Panduan Pembelajaran KBK. Bandung: Remaja Rosdakarya.
http://hidayah-ilayya.blogspot.com/2009/10/mengembalikan-makna-pendidikan-dalam.html, diakses tanggal 26 September 2010.
http://pakmargolang.com/article/28062/pendekatan-konstruktivis-sosial-menyenangkan--dan-tanpa-tekanan-dalam-pembelajaran.html, diakses tanggal 26 September 2010.
Mamat, dkk. (2005), Pedoman Pelaksanaan Pembelajaran Tematik, (Jakarta: Departemen Agama. Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam.
Tilaar, H. A. R.(2000). Paradigma Baru Pendidikan Nasional. Jakarta: Rineka Cipta.
Warul Walidin, (2003), Konstelasi Pemikiran Pedagogok Ibnu Khaldun Perspektif Pendidikan Modern, Yogyakarta : Nadiya Foundation.
foonote
1 http://hidayah-ilayya.blogspot.com/2009/10/mengembalikan-makna-pendidikan-dalam.html, diakses tanggal 26 September 2010.
2 E. Mulyasa, Implementasi Kurikulum 2004. Panduan Pembelajaran KBK. (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), hal. 19.
3 Tilaar, H. A. R.. Paradigma Baru Pendidikan Nasional. (Jakarta: Rineka Cipta. 2000). hal. 34.
4 http://hidayah-ilayya.blogspot.com/2009/10/mengembalikan-makna-pendidikan-dalam.html, loc.cit.
5 Mamat, dkk. Pedoman Pelaksanaan Pembelajaran Tematik, (Jakarta: Departemen Agama. Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam, 2005), hal. 21-22.
6 Warul Walidin, Konstelasi Pemikiran Pedagogok Ibnu Khaldun Perspektif Pendidikan Modern, ( Yogyakarta : Nadiya Foundation, 2003), hal. 240.
7 Ibid. hal. 241.
8 http://pakmargolang.com/article/28062/pendekatan-konstruktivis-sosial-menyenangkan--dan-tanpa-tekanan-dalam-pembelajaran.html, diakses tanggal 26 September 2010.
Langganan:
Postingan (Atom)