Sabtu, 25 September 2010

SCL 2

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Belajar mengajar melibatkan interaksi guru dan murid. Ada dua tipe sistem pengajaran, yakni pengajaran yang berpusat pada guru (teacher centered learning) dan pengajaran yang berpusat pada murid (student centered learnimg). Sistem pengajaran yang menempatkan siswa sebagai pusat pembe-lajaran menuntut peran dan partisipasi yang tinggi dari siswa. (1) Berkaitan dengan proses pembelajaran, Mulyasa menyarankan perlunya pengupayaan lingkungan belajar yang kondusif dengan metode dan media yang bervariasi. (2)
Dalam proses pembelajaran di kelas, kurikulum pelajaran perlu disesuaikan dengan konteks yang relevan dengan dunia siswa. Guru dituntut untuk kreatif memodifikasi atau menyampaikan kurikulum dalam strategi pengajarannya. Berbagai media dan metode dapat digunakan untuk mendekatkan materi pelajaran (misalnya pelajaran muatan lokal) dengan dunia sehari-hari siswa, dengan tujuan melatih life skill dan life competency siswa. Guru dapat membuat kurikulum atau satuan pelajaran dengan penekanan pada pengintegrasian beberapa mata pelajaran dalam satu sajian/ tatap muka. Dua bentuk tipe kurikulum yang sesuai dengan pendekatan ini adalah correlated curriculum (menghubungkan antar bidang ilmu dengan tetap memperhatikan karakteristik masing-masing ilmu) dan integrated curriculum (pelajaran dipusatkan pada satu masalah atau topik tertentu dengan melibatkan berbagai pendekatan disiplin ilmu yang berlainan). (3)
Berkaitan dengan media yang digunakan dalam pelajaran, Mamat, dkk mencontohkan satuan pelajaran yang memuat beberapa media pembelajaran. Dalam pelajaran fiqih, dengan materi pokok mengenai kewajiban memelihara dan mengelola lingkungan hidup, digunakan media VCD tentang Tanda-tanda Hari Kiamat (kejadian gunung meletus), lembar permasalahan, lembar obser-vasi, gambar-gambar yang berkaitan dengan gunung meletus, dan kertas karton. (4)

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang tertuang dalam latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah:
1. Apa pengertian pembalajaran Student Centered Learning?
2. Bagaimana rancangan pembelajaran Student Centered Learning?

C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan dalam makalah ini adalah untuk mengetahui:
1. Apa pengertian pembalajaran Student Centered Learning.
2. Bagaimana rancangan pembelajaran Student Centered Learning.



















BAB II
PEMBELAJARAN YANG BERPUSAT PADA SISWA
(STUDENT CENTERED LEARNING)

A. Pengertian Pembelajaran Student Centered Learning
Siswa sebagai subjek dan pusat pembelajaran (Student Centered Learning) berarti menempatkan siswa sebagai pusat pembelajaran dan mengakui perbedaan potensi siswa adalah kesadaran dasar yang harus dipahami dalam memandang siswa sebagai input dalam pembelajaran. Guru dituntut untuk mengenali potensi akademik dan kepribadian siswa. Individual differences akan menentukan tingkat kecepatan siswa dalam merespon dan menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan. Konsekuensi-nya, beberapa siswa akan belajar lebih cepat dan dapat mengambil program akselerasi/pengayaan atau bahkan mendapat kesempatan untuk loncat kelas. Siswa yang memerlukan waktu yang lebih banyak atau kurang mampu menyerap pelajaran berdasarkan standar kelas dipersilakan menjalani progran remedial untuk mengulang dan menguatkan pemahaman terhadap topik pelajaran yang kurang dikuasai. (5)
Yang terpenting dalam pembelajaran adalah bahwa dalam proses pembelajaran, si belajarlah yang harus mendapatkan penekanan. Merekalah yang harus aktif mengembangkan pengetahuan mereka, bukan pembelajar atau orang lain. Mereka yang harus bertanggung jawab terhadap hasil belajarnya. Penekanan belajar siswa secara aktif ini perlu dikembangkan. Kreativitas dan keaktifan siswa akan membantu mereka untuk berdiri sendiri dalam kehidupan kognitif siswa. (6)
Untuk mengakomodasi minat yang berbeda, guru dapat melakukan grouping berdasarkan area atau mata pelajaran/ilmu tertentu. Pembelajaran tematik juga dapat disajikan untuk menampung minat siswa agar kurikulum lebih dapat dikembangkan dan lebih dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien. Berikut definisi tentang pembelajaran tematik: “Pembelajaran tematik merupakan pembelajaran terpadu, dengan mengelola pembelajaran yang mengintegrasikan materi dari beberapa mata pelajaran dalam satu topik pembicaraan yang disebut tema”. Belajar lebih diarahkan pada experimental learning yaitu merupakan adaptasi kemanusiaan berdasarkan pengalaman konkrit di laboratorium, diskusi dengan teman sekelas, yang kemudian dikontemplasikan dan dijadikan ide dan pengembangan konsep baru. Karenanya aksentuasi dari mendidik dan mengajar tidak terfokus pada si pendidik melainkan pada pebelajar. (7)

B. Rancangan Pembelajaran Student Centered Learning
Berdasarkan teori J. Peaget dan Vygotsky yang telah dikemukakan di atas maka pembelajaran dapat dirancang/didesain model pembelajaran Student Centered Learning di kelas sebagai berikut:
Pertama, identifikasi prior knowledge dan miskonsepsi. Identifikasi awal terhadap gagasan intuitif yang mereka miliki terhadap lingkungannya dijaring untuk mengetahui kemungkinan-kemungkinan akan munculnya miskonsepsi yang menghinggapi struktur kognitif siswa. Identifikasi ini dilakukan dengan tes awal, interview.
Kedua, penyusunan program pembelajaran. Program pembelajaran dijabarkan dalam bentuk Rencana Pelaksanaan Pembelajaran.
Ketiga orientasi dan elicitasi, situasi pembelajaran yang kondusif dan mengasyikkan sangatlah perlu diciptakan pada awal-awal pembelajaran untuk membangkitkan minat mereka terhadap topic yang akan dibahas. Siswa dituntun agar mereka mau mengemukakan gagasan intuitifnya sebanyak mungkin tentang gejala-gejala fisika yang mereka amati dalam lingkungan hidupnya sehari-hari. Mengungkapan gagasan tersebut dapat memalui diskusi, menulis, ilustrasi gambar dan sebagainya. Gagasan-gagasan tersebut kemudian dipertimbangkan bersama. Suasana pembelajaran dibuat santai dan tidak menakutkan agar siswa tidak khawatir dicemooh dan ditertawakan bila gagasan-gagasannya salah. Guru harus menahan diri untuk tidak menghakiminya. Kebenaran akan gagasan siswa akan terjawab dan terungkap dengan sendirinya melalui penalarannya dalam tahap konflik kognitif
Keempat, refleksi. Dalam tahap ini, berbagai macam gagasan-gagasan yang bersifat miskonsepsi yang muncul pada tahap orientasi dan elicitasi direflesikan dengan miskonsepsi yang telah dijaring pada tahap awal. Miskonsepsi ini diklasifikasi berdasarkan tingkat kesalahan dan kekonsistenannya untuk memudahkan merestrukturisasikannya.
Kelima, resrtukturisasi ide, (a) tantangan, siswa diberikan pertanyaan-pertanyaan tentang gejala-gejala yang kemudian dapat diperagakan atau diselidiki dalam praktikum. Mereka diminta untuk meramalkan hasil percobaan dan memberikan alas an untuk mendukung ramalannya itu. (b) konflik kognitif dan diskusi kelas. Siswa akan daapt melihat sendiri apakah ramalan mereka benar atau salah. Mereka didorong untuk menguji keyakinan dengan melakukan percobaan. Bila ramalan mereka meleset, mereka akan mengalami konflik kognitif dan mulai tidak puas dengan gagasan mereka. Kemudian mereka didorong untuk memikirkan penjelasan paling sederhana yang dapat menerangkan sebanyak mungkin gejala yang telah mereka lihat. Usaha untuk mencari penjelasan ini dilakukan dengan proses konfrontasi melalui diskusi dengan teman atau guru yang pada kapasistasnya sebagai fasilitator dan mediator. (c) membangun ulang kerangka konseptual. Siswa dituntun untuk menemukan sendiri bahwa konsep-konsep yang baru itu memiliki konsistensi internal. Menunjukkan bahwa konsep ilmiah yang baru itu memiliki keunggulan dari gagasan yang lama.
Keenam, aplikasi. Menyakinkan siswa akan manfaat untuk beralih konsepsi dari miskonsepsi menuju konsepsi ilmiah. Menganjurkan mereka untuk menerapkan konsep ilmiahnya tersebut dalam berbagai macam situasi untuk memecahkan masalah yang instruktif dan kemudia menguji penyelesaian secara empiris. Mereka akan mampu membandingkan secara eksplisit miskonsepsi mereka dengan penjelasa secara keilmuan.
Ketujuh, review dilakukan untuk meninjau keberhasilan strategi pembelajaran yang telah berlangsung dalam upaya mereduksi miskonsepsi yang muncul pada awal pembelajaran. Revisi terhadap strategi pembelajaran dilakukan bila miskonsepsi yang muncul kembali bersifat sangar resisten. Hal ini penting dilakukan agar miskonsepsi yang resisten tersebut tidak selamanya menghinggapi struktur kognitif, yang pada akhirnya akan bermuara pada kesulitan belajar dan rendahnya prestasi siswa bersangkutan. (8)























BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas maka untuk mengatasi beraneka ragam persoalan dalam pembelajaran yang semakin rumit, maka pembelajaran Teacher Centered Learning yang selama ini telah digunakan selama bertahun-tahun, tampaknya tidak mampu lagi menjawab semua persoalan pembelajaran, maka perlu mencari alternatif pembelajaran yang lebih mampu mengatasi semua persoalan pembelajaran yang ada, salah satunya adalah pembelajaran Student Centered Learning yang telah diuraikan. Pembelajaran ini menghargai perbedaan, menghargai keunikan invidu, menghargai keberagaman dalam menerima dan memaknai pengetahuan.

B. Saran
Dengan pembelajaran yang dipusatkan kepada siswa diharapkan mampu menjawab tantangan pendidikan saat sekarang ini sehingga siswa pada akhirnya mampu memberikan penyelesaikan persoalan yang dihadapi siswa pada masa globalisasi ini.












DAFTAR PUSTAKA

E. Mulyasa, (2004), Implementasi Kurikulum 2004. Panduan Pembelajaran KBK. Bandung: Remaja Rosdakarya.
http://hidayah-ilayya.blogspot.com/2009/10/mengembalikan-makna-pendidikan-dalam.html, diakses tanggal 26 September 2010.
http://mutiara.student.fkip.uns.ac.id/, diakses tanggal 26 September 2010.
Mamat, dkk. (2005), Pedoman Pelaksanaan Pembelajaran Tematik, (Jakarta: Departemen Agama. Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam.
Nurdin, S. (2005), Guru Profesional dan Implementasi Kurikulum. Jakarta: Quantum teaching.
R. Situmorang, (2004), Strategi Pembelajaran Berbasis Multiple Intelligences untuk Pencapaian Kompetensi dalam Pembelajaran. Mozaik Teknologi Pendidikan. Jakarta: UNJ dan Kencana.



FOOTNOTE
1 Nurdin, S. Guru Profesional dan Implementasi Kurikulum. (Jakarta: Quantum teaching. 2005), hal. 32.
2 E. Mulyasa, Implementasi Kurikulum 2004. Panduan Pembelajaran KBK. (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), hal. 21.
3 Nurdin, S. loc.cit.
4 Mamat, dkk. Pedoman Pelaksanaan Pembelajaran Tematik, (Jakarta: Departemen Agama. Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam, 2005), hal. 74.
5 http://hidayah-ilayya.blogspot.com/2009/10/mengembalikan-makna-pendidikan-dalam.html, diakses tanggal 26 September 2010.
6 Ibid.
7 R. Situmorang, Strategi Pembelajaran Berbasis Multiple Intelligences untuk Pencapaian Kompetensi dalam Pembelajaran. Mozaik Teknologi Pendidikan. (Jakarta: UNJ dan Kencana, 2004), hal. 231.
8 http://mutiara.student.fkip.uns.ac.id/, diakses tanggal 26 September 2010.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar